Rabu, 12 Juni 2013

AMAL YANG BERBALAS SEGERA

Seorang ibu yang usianya 55 tahun, hobbinya ikuti pengajian di salah satu Majelis Ta’lim di kota ini, tiba-tiba memperoleh undian Umrah gratis dari salah satu Travel Biro perjalanan haji yang berulang tahun. “Alhamdulillah”, kata ibu yang bercucu 4 orang itu yang langsung sujud syukur, di tengah-tengah anggota majelis Ta’lim lain yang ikut diundi, berjumlah 4OO orang, sementara waktu itu dia tidak mengetahui kalau ada undian. Nawaitunya hanya mau mendengar nasehat agama, seperti biasanya.
 
 


Sebagian tetangga, kerabat dan anggota pengajian iri, bahkan ada yang melontarkan kalimat, “ dari Majelis Ta’lim manakah dia ?. Sudah berapa tahun ikut pengajian ? ”, dsb Tapi ada juga tetangga dan kerabat yang berpikiran sehat dan mengakui, bahwa memang dialah paling wajar karena rajin dan ikhlas. Hari itu dia sendiri yang pergi mengajak anggota pengajian lain, karena harus ada 4 orang tiap majelis taklim, sekalipun dia bukan pengurus dan berstatus anggota biasa. Karena ibu tersebut datang berkonsultasi dengan penulis, tentang keberangkatannya, maka hal ini terbukti lagi, kebenaran ayat-ayat Allah, bahwa keikhlasan dalam beramal itu, langsung terbalas di dunia, apalagi diakhirat nanti. Ibu yang tergolong kelas menengah ke bawah, sama dengan memperoleh uang sebanyak Rp 15 juta untuk berkunjung selama 1O hari ke Mesjidil Haram, Mesjid Nabawi dan daerah-daerah bersejarah lainnya.

Apakah ikhlas itu ?.

Dalam Al-Quran: Dalam Al-Quran ada satu surah yang namanya surah Al-Ikhlash, ayatnya 4 (Artinya): “ Ketahuilah: “Dialah Allah Yang Mahaesa (1) Allah tempat bergantung segala sesuatu (2) Tidak beranak dan tidak pula diperaknakkan (3) Dan tiada sesuatu pun yang setara dengan Dia (4).

Menurut sebagian mufassir, wahyu itu turun sebagai jawaban pertanyaan kaum musyrikin dan Yahudi kepada Nabi Muhammad, bagaimana sebenarnya Tuhan yang disembah itu. Apa nisbahnya terbuat dari emas atau perak ?.Lalu dijawablah sesuai al-ikhlas diatas.

Maknanya, Allah itu ialah Wujud Mutlak, satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah. Berebeda dengan pengertian Ilah, yaitu siapa saja yang dipertuhan, matahari, bintang atau hawa nafsu. Karena itu Al-Quran menegaskan, “Afaraayta man ittakhadza ilahahu hawahu” (Terangkanlah tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya (sebagai) tuhannya (QS.25:43).

Mengenai kata “Ahad ”,dapat berkedudukan sebagai nama dan sifat. Jika berkedudukan sebagai sifat, maka hanya digunakan untuk Allah SWT semata.

Jadi keEsaan Tuhan Allah itu, tergambar dalam Al-Quran dengan “ Qul inna shalati wanusuki …(Katakanlah : Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya karena Allah, Pemelihara seluruh alam) (QS. 6:162).

Setiap musalli dianjurkan membaca ayat tersebut dalam iftitah, sebelum membaca Fatiha, sekurang-kurangnya 5 kali sehari semalam..

Kemudian pada ayat lain “ Wama umiru illa liya’budullah…(Padahal mereka tiadala disuruh, kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama yang lurus ) (QS.Al-Bayinah 5).

Dari kedua ayat itulah, bermakna bahwa keikhlasan dalam beramal, dimaksudkan, seorang muslim tidak dibolehkan mencari lagi tujuan lain, selain hanya Allah semata dalam segala kegiatannya.. Demikian juga pemberian surah Ikhlas, karena secara murni menafikan segala kemusyrikan terhadap Allah, sehingga wajarlah jika rasul kita menilai, surah al-ikhlas itu sepertiga Al-Quran.

Sesuai niat :Dari Amiril mukminin, Abu Hafsah Umar bi Khattab RA, berkata saya dengan dari rasul berkata “ Setiap amal disertai dengan niat. Setiap amal seseorang, tergantung yang diniatkan. Siapa yang berhijrah karena Allah dan rasulnya, maka ia akan terbalas sesuai ridha Allah. Tetapi, siapa yang berhijrah karena kepentingan dunia, ia akan memperolehnya, atau berhijrah karena perempuan, ia akan mengawininya. Maka berhijrah itu, sebatas motivasinya” (HR. Bukhari-Muslim).

Dengan dasar Hadis tersebut, ternyata apa saja yang dilakukan seorang muslim, harus dibingkai betul-betul yang namanya kerikhlasan, karena inilah jantungnya amal. Kapan jantung itu tidak berdetak dalam bingkai amal, maka amal yang dilakukan dianggap mati dan kalau tokh ada balasannya pasti mengecewakan.Karena dibingkai ketidak ikhlasan.

Teringat kissah di Pesantren dahulu, ketika pesantren diliburkan, para santri semuanya pulang kampung, dan setelah libur habis mereka kembali. Diantara mereka ada yang sempat membawakan ustaznya oleh-oleh kampong, berupa beberapa batang ubikayu hasil kebun orangtuanya. Dan memberikan kepada ustaznya dengan ikhlas. Tapi si ustaz, mencarikan balasan, sesuai yang pernah diajarkan, setiap pemberian itu sedapat mungkin di balas dengan lebih tinggi nilainya ( Fahayyu biahsana minha ).Karena tidak ada harta lain Ustaz di rumah kecuali seekor kambing, maka kambing itulah yang dibalaskan untuk dipelihara ayah si santri di kampung. Ketika santri lain mendengar balasan oleh-oleh dari ustaz, lalu dengan patungan, mereka membelikan juga ustaznya satu karung durian, dengan harapan balasannya kerbau atau sapi. Tapi pa yang terjadi si santri yang membawa durian itu, balasannya tiada lain, kecuali sisa-sisa ubi kayu yang belum dimakan pemberian santri yang ikhlas kemarin. Dan meminta maaf kepada orangtua santri, jika tidak membalas, dengan nilai materi yang lebih tinggi, seperti kambing. .Satu-satunya tambahan balasannya, ialah mendoakan, agar si santri jika beramal hendaklnya dengan hati ikhlas. Dan bukan menunggu balasan, karena sering kekecewaan itu, jika menunggu balasan.Al-Quran mengabadikan “ Lanuridu minkum jazaan” ( Kami beramal bukan menunggu pembalasan dunia ).

Dari Abdullah bin Umar bin Khattab, bahwa Rasul menceriterakan, ada tiga pemuda yang pergi berjalan-jalan lalu menemukan gua dan memasuki sebagai tempat berlindung, kemudian gua itu tiba-tiba runtuh dan hanya sedikit yang terlihat keluar. Ketiga pemuda itu mempertaruhkan amal ikhlas yang masing-masing yang pernah dilakukan.Pertama si A mempertaruhkan amal ikhlas yang pernah dibuat pada orangtuanya, sehingga terbuka sedikit.

Kedua si B mempertaruhkan amal ikhlas yang pernah dibuat pada bawahannya, sehingga lebih lebar, tapi belum ada yang dapat keluar

Kemudian si C memperaruhkan amal ikhlas yang pernah dilakukan, yaitu menolak permintaan berzina seorang gadis cantik. Maka gua terbuka lebih lebar dan keluarlah ketiga pemuda dengan selamat.(HR.Bukhari Muslim).

Demikianlah contoh keikhlasan yang langsung terbalas seketika, sekalipun dalam bahaya.

Mensyukuri yang kecil:Termasuk juga dalam kategori tidak ikhlas, jika ada pemberian kecil lalu ditolak, karena bisa berdampak, yang kecilpun terlepas juga, gara-gara tidak mau mensyukuri yang kecil. Alkissah, seorang kawan pernah menawarkan kepada saudaranya untuk umrah, tapi sang saudara menolak karena haji kecil, dan hanya mau menerima jika haji besar yang wukuf di Arafah “Astagfirullah, anakku saja, tidak ada yang saya biayai untuk haji besar, karena terlalu mahal seharga tiga kali umrah”, kata saudara yang yang menwarkan biaya umrah.. Berselang beberapa tahun kemudian, sesudah teman sepengajiannya naik umrah lantaran menang undian Travel, barulah saudaranya itu menyatakan, sudah bersedia umrah, tapi apa yang mau dilakukan, sang saudara yang dulu menawarkan biaya umrah, kini sudah tidak mampu lagi, karena biayanya sudah digunakan mengawinkan anaknya sebagai kewajiban orangtua “ memberi nama yang baik, memberi makan yang halal dan mengawinkan anak sesudah akil balig.”. Itru sebabnya agama menyatakan, kita harus mensyukuri yang kecil. “ Barangsiapa yang tidak mensyukuri yang kecil, niscaya ia tidak mensyukuri yang besar “ (HR.Al-Nasai).

Dalam sebuah ayat yang sudah popular” Lain syakartum laazidannakum… “ (Jika kamu mensyukuri pemberianKu, niscaya akan kutambahkan (tapi) jika kamu ingkari, ingatlah siksaanKu amatlah pedihnya (QS.14:7).

Yang dimaksud mengkufuri nikmat ialah menutupi dan tidak menggunakan pemberian Allah, dengan sebaik-baiknya, karena pada hakikatnya sewmua pemberian adalah dari Allah, hanya melalui tangan sesama manusia.Setiap gerakan, sekecil apapun dalam hati manusia, Allah mengetahui dan menilainya “ Qul in tukhfu mafi shudurikum, aw tubduhu ya’lamhullah” (Katakanlah: Jika kamu menyembunyikan apa yang ada di hatimu, atau kamu tampakkan, pasti Allah mengetahuinya) (QS.Ali Imran 29).

Dari uraian diatas, maka yang disebut orang ikhlas ialah yang melakukan pekerjaan, semata-mata karena takwa kepada Allah. Dan bukan karena menunggu balasan dunia.Orang yang betul-betul ikhlas, balasan dunianya pun terlihat spontan dalam dirinya, sebagai kemuliaan. Jalan-jalan menuju ikhlas, termasuk mensyukuri pemberian kecil. Karena orang yang suka mensyukuri nikmat, sekecil apapun, pasti Tuhan akan menambah lebih banyak, sedang orang yang tidak suka mensyukuri yang kecil, niscaya Tuhan akan menyiksanya dengan kehidupan yang lebih sempit. Semoga Allah memberi taufik , agar kita suka berbuat ikhlas dan syukur. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar